UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
Jurusan Sistem Informasi
School of Information Systems
Laporan Karya Ilmiah Topik – Topik Lanjutan
Semester Genap 2013/2014
PENGARUH SCM BAGI PERUSAHAAN
Cici Permata Belisa 1501193170
Herawati Hardi 1501189791
Tri Ako Nugroho 1501192382
David Ricardo 1501191726
Kelas : 06 PJM /Kelompok 1
Abstrak
Pembuatan paper ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Topik-Topik Lanjutan Sistem Informasi serta untuk mengetahui dan menganalisis pentingnya scm bagi perusahaan baik itu perusahaan kecil, menengah, maupun besar. Metode yang digunakan dalam pembuatan paper ini adalah menggunakan metode studi pustaka, yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara melakukan pengkajian terhadap sumber-sumber yang autentik seperti membaca buku, serta literature dari internet yang berhubungan dengan permasalahan, sehingga diperoleh data-data yang dibutuhkan dalam pembuatan paper tentang “Pengaruh SCM Bagi Perusahaan” ini. Hasil yang diharapkan adalah semua pihak mengerti dan memahami tentang pentingnya menjamin ketepatan waktu pengiriman barang-barang dan jasa pemasoknya untuk menjamin ketepatan waktu pengiriman barang-barang dan jasa dengan harga kompetitif. Dan simpulan dari pembahasan mengenai SCM ini, dapat disimpulkan bahwa agar semua pihak yang berada dalam satu rantai supply chain harus bekerja sama satu dengan lainnya semaksimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dengan harga murah, berkualitas, dan tepat pengirimannya.
Kata Kunci
SCM, Supply chain
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan lingkungan industri yang dinamis pada era global seperti
sekarang ini menjadi pemicu bagi banyak organisasi perusahaan untuk menggali potensi yang dimilikinya, serta mengidentifikasi faktor kunci sukses untuk unggul dalam persaingan yang semakin kompetitif. Teknologi yang juga berkembang pesat menjadi sebuah kekuatan untuk diterapkan dalam iklim persaingan. Usaha-usaha yang dilakukan pada akhirnya diarahkan untuk memberikan produk terbaik kepada konsumen.
Konteks produk yang ditawarkan perusahaan kepada konsumen dalam pengertian manajemen produksi dan operasi adalah kombinasi produk barang dan jasa. Industri manufaktur tidak akan dapat bersaing apabila produk yang ditawarkan murni hanya barang, dan industri jasa juga tidak memiliki daya tarik apabila yang ditawarkan kepada konsumen murni berupa layanan. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan produk terbaik kepada konsumen meliputi kombinasi di antara keduanya, yaitu barang dan jasa dalam porsi masing-masing yang ideal menurut perusahaan.
Menyajikan produk dalam arti luas tersebut merupakan tantangan sekaligus peluang bagi sistem produksi operasi yang harus dijalankan perusahaan. Mulai dari mengidentifikasi selera konsumen sampai dengan mengupayakan seluruh kebutuhan input dari pemasok untuk memproduksi dan mendistribusikan produk tersebut sesuai dengan selera konsumen yang diincar. Untuk menyempurnakan itu semua , perusahaan perlu mengatur dengan baik sistem persediaan serta pengiriman barang yang dibutuhkan dari supplier maupun ke customer untuk dapat mengungguli para pesaingnya. Maka dari itu, akan dibahas mengenai pentingnya sistem SCM di dalam paper ini.
1.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang akan menjadi batasan-batasan dalam pembahasan paper dengan judul “Pengaruh SCM Bagi Perusahaan” yaitu :
1.2.1. Mendefinisikan hubungan SCM dan TI.
1.2.2. Mendefinisikan tentang hubungan SCM dan ERP.
1.2.3. Mengusahakan optimalisasi supply chain
1.3 Tujuan dan Manfaat
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai tujuan yang bisa diperoleh dalam paper ini, antara lain :
1. Memberikan penjelasan mengenai hubungan SCM dan Teknologi Informasi .
2. Memberikan gambaran tentang hubungan SCM dan ERP.
3. Memberikan pengetahuan bagi perusahaan tentang bagaimana cara mengoptimalisasi supply chain.
Manfaat yang diperoleh dari pembahasan paper ini, antara lain :
1. Perusahaan dapat menerapkan sistem SCM agar dapat menarik perhatian customer dan memperoleh keuntungan bagi perusahaan.
2. Mengetahui hubungan SCM dan sistem ERP.
3. Dapat menerapkan cara - cara mengoptimalisasi SCM yang telah diterapkan sebelumnya.
1.4 Metodologi Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun papaer “Pengaruh SCM Bagi Perusahaan” , antara lain sebagai berikut :
1.4.1. Studi Pustaka
Metode ini adalah melakukan penelitian dengan cara mencari referensi serta data yang digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan topik penulisan paper ini.
1.4.2. Studi Jurnal
Dalam metode ini dilakukan penelitian dengan cara mencari informas-informasi yang berkaitan dengan topik penulisan melalui jurnal-jurnal yang ditemukan.
1.5 Sistematika Penulisan
1.5.1. BAB 1 : PENDAHULUAN
Pada bab ini adalah penjelasan mengai latar belakang, ruang lingkup, tujuan dan manfaat, dan metodologi dalam penulisan paper ini, serta sistematika penulisan yang merupakan gambaran secara garis besar mengai isi dari paper ini.
1.5.2. BAB 2 : LANDASAN TEORI
Dalam bab ini adalah penjelasan mengani teori dan konsep yang berkaitan dengan paper ini
1.5.3. BAB 3 : PEMBAHASAN
Dalam bab ini merupakan bab yang memberikan penjelasan serta manfaat yang bisa diperoleh mengenai paper ini yaitu “Pengaruh SCM Bagi Perusahaan”. Dan dalam bab ini memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan topik dalam paper ini
1.5.4. BAB 4 : PENUTUP
Pada bab ini akan memberikan hasil mengenai penelitian dari topik paper ini berupa simpulan, serta memberikan gagasan dari pembahasan dari topik paper ini berupa saran yang bisa digunakan
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Supply Chain
Supply Chain merupakan suatu rangkaian proses-proses dan aliran yang terjadi didalam dan diantara tahapan rantai pasok yang berbeda dan berkombinasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atas suatu produk. Konsep supply chain ini mengintegrasikan secara efisien antara pemasok, perusahaan manufaktur, pergudangan, dan toko, sehingga barang yang diproduksi dan didistribusi dengan kualitas yang tepat, lokasi yang tepat, dan waktu yang tepat, untuk meminimumkan biaya-biaya pada kondisi yang memuaskan kebutuhan tingkat pelayanan.
Dalam supply chain ada 3 aliran yang terlibat:
1. Aliran material.
Dilihat mulai dari penyedia bahan baku: aliran bahan mentah, produk setengah jadi, produk akhir.Arah sebaliknya: pengembalian pruduk gagal, daur ulang, perbaikan.
2. Aliran informasi.
Dilihat mulai dari penyedia bahan baku: kapasitas produksi pabrik, penjadwalan pengiriman, promosi yang sudah dilakukan.Arah sebaliknya: laporan penjualan, persediaan, perkembangan promosi.
3. Aliran uang.
Dilihat mulai dari penyedia bahan baku: piutang, biaya pengiriman, pembelian, pendapatan.Arah sebaliknya: pembayaran.
2.1.1 Pengertian Supply Chain Management
Secara garis besar SCM adalah suatu proses untuk mengintegrasi, mengkoordinasi dan mengontrol pergerakan bahan baku menjadi produk jadi dan mengirimkannya kepada konsumen. Pergerakan informasi juga termasuk dalam proses ini. Segala upaya biasanya dilakukan agar proses tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efisien untuk memaksimalkan nilai yang bisa didapatkan oleh konsumen serta untuk mencapai suatu keuntungan yang berkelanjutan.
Adapun beberapa ahli berpendapat mengenai pengertian dari Supply Chain Management yaitu diantaranya :
James A. dan Mona J. Fitzsimmons, yang menyatakan bahwa Supply Chain Management adalah sebuah sistem pendekatan total untuk mengantarkan produk ke konsumen akhir dengan menggunakan teknologi informasi untuk mengkoordinasikan semua elemen supply chain dari mulai pemasok ke pengecer, lalu mencapai tingkat berikutnya yang merupakan keunggulan kompetitif yang tidak tersedia di sistem logistik tradisional.
Menurut Simchi-Levi, David, Philip Kaminsky, dan Edith (2004, p2), Supply chain Management diartikan sebagai rangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan pemasok, produsen, gudang dan toko secara efektif agar persediaan barang dapat diproduksi dan didistribusi pada jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat, dan pada waktu yang tepat sehingga biaya keseluruhan sistem dapat diminimalisir selagi berusaha memuaskan kebutuhan dan layanan.
Menurut Council of Logistic Management (Pujawan 2005, p7), Supply chain Management adalah koordinasi sistematis dan strategis akan fungsi-fungsi bisnis tradisional dalam dan lintas perusahaan dalam sebuah rantai persediaan untuk mengembangkan kinerja jangka panjang perusahaan dan keseluruhan rantai persediaan.
2.1.2 Komponen Supply Chain Management
Komponen dari supply chain management menurut Turban (2004) terdiri dari tiga komponen utama yaitu :
1. Upstream Supply Chain
Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufacturing dengan para penyalurnya (yang mana dapat manufacturers, assemblers, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada para penyalur mereka (para penyalur second-tier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
2. Internal Supply Chain
Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses inhouse yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan ke dalam organisasi. Di dalam internal supply chain, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi dan pengendalian persediaan.
3. Downstream supply chain
Downstream (hilir) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan transportasi dan after-sale service.
2.1.3 Tujuan Supply Chain Management
Tujuan manajemen rantai pasokan adalah dengan menyelaraskan permintaan danpenawaran seefektif dan seefisien mungkin. Masalah-masalah utama dalam rantai pasokan terkait dengan:
1. Menentukan tingkat outsourcing yang tepat
2. Mengelola pembelian / pengadaan suatu barang
3. Mengelola pemasok
4. Mengelola hubungan terhadap pelanggan
5. Mengidentifikasi masalah dan merespon masalah dengan cepat
6. Mengelola risiko
Sedangkan menurut I Nyoman Pujawan, supply chain memiliki tujuan strategis yang perlu dicapai untuk membuat supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan. Untuk bisa memenangkan persaingan pasar maka supply chain harus bisa menyediakan produk yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Murah
2. Berkualitas
3. Tepat waktu
4. Bervariasi
Peralatan fungsional yang dimiliki sistem SCM adalah:
• Demand management/forecasting
Perangkat peralatan dengan menggunakan teknik-teknik peramalan secara statistik. Perangkat ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil peramalan yang lebih akurat.
• Advanced Planning and scheduling
Suatu peralatan dalam rangka menciptakan taktik perencanaan, jangka menengah dan panjang berikut keputusan-keputusan menyangkut sumber yang harus diambil dalam rangka melengkapi jaringan supply
• Transportation management
Suatu fungsi yang berkaitan dengan proses pendisitribusian produk dalam supply chain
• Distribution and deployment
Suatu alat perencanaan yang menyeimbangkan dan mengoptimalkan jaringan distribusi pada waktu yang diperlukan. Dalam hal ini, Vendor Managed Invetory dijadikan pertimbangan dalam rangka optimalisasi.
• Production Planning
Perencanaan produksi dan jadwal penjualan menggunakan taraf yang dinamis dan teknik yang optimal.
• Available to-promise
Tanggapan yang cepat dengan mempertimbangkan alokasi, produksi dan kapasitas transportasi serta biaya dalam keseluruhan rantai supply .
• Supply chain modeler
Perangkat dalam bentuk model yang dapat digunakan secara mudah guna mengarahkan serta mengontrol rantai supply. Melalui model ini, mekanisme kerja dari konsep supply chain dapat diamati.
• Optimizer
The optimizer ibarat jantung dari sistem supply chain management. Dalamnya terkandung: linear & integerr programming, non-linear programming, heuristics dan genetic algorithm. Genetic algorithm adalah suatu computing technology yang mampu mencari serta menghasilkan solusi terbaik atas jutaan kemungkinan kombinasi atas setiap parameter yang digunakan
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Peran SCM dan TI
Konsep manajemen supply chain tidak dapat dipisahkan dari perkembangan teknologi informasi (TI). Bahkan kalau dilihat dari sejarahnya, justru kemajuan TI inilah yang melahirkan prinsip-prinsip dasar supply chain. Alasannya adalah karena pengintegrasian berbagai proses dan entitas bisnis di dalam manajamen supply chain adalah melakukan penggunaan bersama-sama terhadap informasi yang dimiliki dan dihasilkan oleh berbagai pihak. Secara umum, peranan TI di dalam manajemen supply chain dapat dilihat dari dua perspektif besar, yaitu perspektif teknis dan perspektif manajerial
1. Perspektif Teknis dilihat dari sisi teknis, ada dua fungsi dari teknologi informasi yang harus dipenuhi, yaitu:
1) Fungsi penciptaan aspek-aspek yang harus dapat dilakukan oleh TI adalah sebagai berikut
• TI harus mampu menjadi medium atau sarana untuk mengubah fakta-fakta atau kejadian-kejadian sehari-hari yang dijumpai dalam bisnis perusahaan ke dalam format data kuantitatif.
• Teknologi harus mampu mengubah data mentah yang telah dikumpulkannya tersebut menjadi informasi yang relevan bagi setiap penggunanya, yaitu manajemen, staf, konsumen, mitra bisnis, pemilik perusahaan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
• Hasil dari pengambilan keputusan akan memberikan berbagai dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja bisnis perusahaan. TI mengolah informasi yang diperoleh dengan berbagai konteks organisasi yang ada menjadi sebuah knowledge yang dapat diakses oleh semua pihak di dalam perusahaan.
• Kumpulan dari knowledge yang diperoleh dan dipelajari selama perusahaan beroperasi akan menjadi bekal suatu kebijakan yang tidak ternilai harganya.
2) Fungsi penyebaranTerhadap entitas fakta, data, informasi, knowledge tersebut TI memiliki fungsi-fungsi yang berhubungan dengan aspek penyebaran sebagai berikut:
• Gathering. TI harus memiliki fasilitas-fasilitas yang mampu mengumpulkan entitas-entitas tersebut dan meletakkannya di dalam suatu media penyimpanan digital.?
• Organising. Untuk memudahkan pencarian terhadap entitas-entitas tersebut di kemudian hari, TI harus memiliki mekanisme dalam mengorganisasikan penyimpanan entitas-entitas tersebut ke dalam media penyimpanan.
• Selecting. TI harus menyediakan fasilitas untuk memudahkan pencarian dan pemilihan.
• Synthesizing. TI harus mampu memenuhi kebutuhan manager dalam hal menggabungkan beberapa entitas menjadi satu kesatuan yang terintegrasi.
• Distributing. TI harus mampu memiliki infrastruktur yang dapat menyalurkan berbagai entitas dari tempat penyimpanannya ke pihak-pihak yang membutuhkannya.
2. Perspektif Manajerial. Dilihat dari sisi bisnis manajerial, terutama dalam kaitannya dengan manajemen supply chain, ada tiga peranan yang diharapkan oleh perusahaan dari implementasi efektif sebuah TI, yaitu :
1) Mengurangi resiko (minimize risks).Pada umumnya resiko berasal dari adanya ketidakpastian dalam berbagai hal dan aspek-aspek eksternal lain yang berada diluar perusahaan. Kehadiran TI selain harus mampu membantu perusahaan mengurangi resiko bisnis yang ada, perlu pula menjadi sarana untuk membantu manajemen dalam mengelola resiko (managing risks) yang dihadapi sehari-hari.
2) Mengurangi biaya (minimize costs).Tawaran lain yang ditawarkan TI adalah perbaikan efisiensi dan optimalisasi proses-proses bisnis di perusahaan. Ada empat cara yang ditawarkan TI untuk mengurangi biaya-biaya yang seringkali dikeluarkan untuk kegiatan operasional sehari-hari, yaitu :
• Eliminasi proses. Implementasi berbagai komponen teknologi informasi akan mampu menghilangkan atau mengeliminasi proses yang dirasa tidak perlu (non value added process).
• Simplifikasi proses. Berbagai proses yang panjang dan berbelit-belit (birokratis) biasanya dapat disederhanakan dengan mengimplementasikan berbagai komponen TI (basisdata dan aplikasi misalnya).
• Integrasi proses. TI juga mampu melakukan pengintegrasian beberapa proses menjadi satu sehingga terasa lebih cepat dan praktis (secara langsung akan meningkatkan kepuasan pelanggan juga).
• Otomatisasi proses. Mengubah proses manual menjadi otomatis merupakan tawaran lain untuk mempermudah perusahaan melaksanakan kegiatan operasionalnya sehari-hari dari TI.
3) Menambah nilai (add value)Tujuan dari penciptaan value tidak saja sekedar memuaskan pelanggan (customer satisfaction), tetapi lebih jauh lagi untuk menciptakan loyalitas (customer loyalty) sehingga pelanggan tersebut selalu menjadi konsumennya untuk jangka panjang (customer bonding
3.2 Hubungan SCM dan ERP
Dalam lingkungan saat ini, ada tekanan untuk lebih bertanggung jawab sosial pada lingkungan dan ada risiko yang perlu dikurangi dan dikelola. Lalu, ada kompleksitas yang diciptakan oleh kebutuhan pelanggan yang semakin meningkat, globalisasi, tekanan pada biaya, dan ketersediaan dan akses ke sumber daya. Manajemen diharapkan untuk meningkatkan profitabilitas, meningkatkan pertumbuhan pendapatan dan melindungi pangsa pasar yang lebih besar. Agar berhasil, manajemen harus menyadari bahwa keberhasilan akhir dari sebuah organisasi bergantung pada kemampuan untuk mengintegrasikan jaringan perusahaan hubungan bisnis dengan cara yang saling menguntungkan.
Pengelolaan jaringan ini hubungan adalah supply chain management. Manajemen rantai pasokan yang sukses membutuhkan lintas-integrasi fungsional dalam perusahaan dan di seluruh jaringan perusahaan yang terdiri dari rantai pasokan. Munculnya SCM dilatar belakangi oleh 2 hal pokok, yaitu:
1. Praktek manajemen logistik tradisional yang bersifat adversarial pada era modern
ini sudah tidak relevan lagi, karena tidak dapat menciptakan keunggulan kompetitif
2. Perubahan lingkungan bisnis yang semakin cepat dengan persaingan yang semakin ketat
Konteks produk yang ditawarkan perusahaan kepada konsumen dalam pengertian manajemen produksi dan operasi adalah kombinasi produk barang dan jasa. Industri manufaktur tidak akan dapat bersaing apabila produk yang ditawarkan murni hanya barang, dan industri jasa juga tidak memiliki daya tarik apabila yang ditawarkan kepada konsumen murni berupa layanan. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan produk terbaik kepada konsumen meliputi kombinasi di antara keduanya, yaitu barang dan jasa dalam porsi masing-masing yang ideal menurut perusahaan. Menyajikan produk dalam arti luas tersebut merupakan tantangan sekaligus peluang bagi sistem produksi operasi yang harus dijalankan perusahaan. Mulai dari mengidentifikasi selera konsumen sampai dengan mengupayakan seluruh kebutuhan input dari pemasok untuk memproduksi dan mendistribusikan produk tersebut sesuai dengan selera konsumen yang dibidik.
Pada dasarnya konsumen mengharapkan dapat memperoleh produk yang memiliki manfaat pada tingkat harga yang dapat diterima. Untuk mewujudkan keinginan konsumen tersebut maka setiap perusahaan berusaha secara optimal untuk menggunakan seluruh asset dan kemampuan yang dimiliki untuk memberikan value terhadap harapan konsumen. Implementasi upaya ini tentunya menimbulkan konsekuensi biaya yang berbeda di setiap perusahaan termasuk para pesaingnya. Untuk dapat menawarkan produk yang menarik dengan tingkat harga yang bersaing, setiap perusahaan harus berusaha menekan atau mereduksi seluruh biaya tanpa mengurangi kualitas produk maupun standar yang sudah ditetapkan.
Salah satu upaya untuk mereduksi biaya tersebut adalah melalui optimalisasi distribusi material dari pemasok, aliran material dalam proses produksi sampai dengan distribusi produk ke tangan konsumen. Distribusi yang optimal dalam hal ini dapat dicapai melalui penerapan konsep Supply Chain Management (SCM). SCM sesungguhnya bukan merupakan suatu konsep yang baru. Menurut Jebarus (2001) SCM merupakan pengembangan lebih lanjut dari manajemen distribusi produk untuk memenuhi permintaan konsumen. Konsep ini menekankan pada pola terpadu yang menyangkut proses aliran produk darisupplier, manufaktur, retailer hingga kepada konsumen. Dari sini aktivitas antara supplier hingga konsumen akhir adalah dalam satu kesatuan tanpa sekat pembatas yang besar, sehingga mekanisme informasi antara berbagai elemen tersebut berlangsung secara transparan. SCM merupakan suatu konsep menyangkut pola pendistribusian produk yang mampu menggantikan pola-pola pendistribusian produk secara optimal. Pola baru ini menyangkut aktivitas pendistribusian, jadual produksi, dan logistik
lingkungan industri yang dinamis pada era global seperti sekarang ini menjadi pemicu bagi banyak organisasi perusahaan untuk menggali potensi yang dimiliki, serta mengidentifikasi faktor kunci sukses untuk unggul dalam persaingan yang semakin kompetitif. Teknologi yang juga berkembang pesat menjadi sebuah kekuatan untuk diterapkan dalam iklim persaingan, salah satunya aplikasi Enterprise Resources Planning. Apakah ERP itu ? Bagaimanakah hubungan supply chain management dan Enterprise Resources Planning ? . Serta, Apa saja implementasinnya di dunia bisnis Indonesia ?. Mari temukan jawabannya di term paper ini.
3.2.1 Pengertian “SUPPLY CHAIN”
Supply Chain adalah sistem organisasi, orang, teknologi, kegiatan, informasi dan sumber daya yang terlibat dalam memindahkan produk atau layanan dari pemasok ke pelanggan . Kegiatan rantai pasokan transformasi sumber daya alam, bahan baku dan komponen menjadi produk jadi yang dikirimkan ke pelanggan akhir.
Diagram dari sebuah rantai suplai. Panah hitam menunjukkan aliran material dan informasi dan panah abu-abu merupakan aliran informasi dan backhauls. Unsur-unsur adalah (a) pemasok awal, (b) pemasok, (c) produsen (produksi), (d) pelanggan, (e) pelanggan akhir.
Pada kenyataannya struktur supply chain jauh lebih kompleks dari gambar 1. Berbagai kemungkinan di lapangan bisa terjadi, antara lain:
1. Sebuah pemasok mungkin sekaligus adalah industri manufaktur, dengan kata lain sebuah supply chain bisa saja melibatkan sejumlah industri dalam satu rantai hulu ke hilir .
2. Supply chain tidak selalu merupakan rantai lurus
3. Sebuah industri manufaktur bisa memiliki ratusan bahkan ribuan pemasok
4. Produk-produk yang dihasilkan oleh sebuah industri mungkin didistribusikan oleh beberapa pusat distribusi yang melayani ratusan bahkan ribuan distributor, retailer, pedagang kecil, dan sebagainya.
Praktek tradisional, semua aktivitas tersebut dilakukan tanpa atau dengan sedikit koordinasi. Istilah cross fungsional team misalnya tidak banyak diaplikasikan dalam manajemen SC tradisional. Pola hubungan manajemen logistik tradisional masih bersifat adversarial, dalam arti pola hubungannya masih mementingkan pihak-pihak secara individual tidak mengacu pada kinerja keseluruhan pihak yang menjadi pembentuk sebuah SC, contohnya antara lain:
Hubungan antara pemasok dengan perusahaan yang disuplainya hanya terbatas pada transaksi jual beli. Pola-pola negosiasi hanya mementingkan pihak-pihak secara individual. Pemasok ingin secepatnya memindahkan atau menjual produknya secepat dan sebanyak mungkin dengan harga yang tinggi, sementara perusahaan yang disuplainya menginginkan harga yang murah dan pengiriman yang cepat dan tepat.
Lingkungan Bisnis senantiasa berubah dan perubahan tersebut semakin lama semakin cepat. Akselerasi perubahan ini disebabkan berkembangnya secara cepat faktor-faktor penting, antara lain:
1. Tuntutan konsumen yang semakin kritis. Konsumen menjadi semakin rumit dan terlalu banyak menuntut. Mereka menuntut harga murah, mutu tinggi untuk setiap produk yang ditawarkan, penyerahan tepat waktu, dan sesuai dengan selera mereka.
2. Infrastruktur telekomunikasi, informasi, transportasi, dan perbankan yang semakin canggih memungkinkan berkembangnya model baru dalam aliran material/produk.
3. Daur hidup produk. Daur hidup produk sangat pendek seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan pasar.
4. Kesadaran konsumen akan pentingnya aspek sosial dan lingkungan dalam kehidupan, menuntut industri manufaktur memasukkan konsep- konsep ramah lingkungan mulai dari proses perancangan produk, proses produksi maupun proses distribusinya.
5. Globalisasi dan perubahan peta ekonomi dunia ke arah meningkatnya kemampuan ekonomi negara-negara dunia ketiga, telah menciptakan banyak paradigma baru dalam dunia bisnis, dan salah satu paradigma penting adalah meningkatnya persaingan antara produk jasa di pasaran.
Dengan latar belakang praktek manajemen logistik tradisional dan perubahan lingkungan bisnis yang semakin cepat tersebut di atas, Supply Chain Management (SCM) merupakan salah satu konsep dalam rangka merespon persoalan tersebut. Supply Chain Management (SCM) menekankan pada pola terpadu menyangkut proses aliran produk dari supplier, manufaktur, retailer hingga pada konsumen akhir. Dalam konsep SCM ingin diperlihatkan bahwa rangkaian aktivitas antara supplier hingga konsumen akhir adalah dalam satu kesatuan tanpa sekat yang besar. Mekanisme informasi antara berbagai komponen tersebut berlangsung secara transparan.
3.2.2 Pemahaman tentang SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ?
Supply chain management adalah suatu sistem yang ditujukan untuk mengendalikan suplier. Pengendalian ini bertujuan utama untuk memastikan ketersediaan bahan baku atau bahan mentah agar tidak menghambat kinerja perusahaan secara keseluruhan. Tujuan utama dari supply chain management adalah untuk memenuhi permintaan pelanggan melalui penggunaan sumberdaya paling efisien, termasuk kapasitas distribusi, persediaan dan tenaga kerja. Secara teori, sebuah supply chain berusaha untuk memenuhi permintaan dengan pasokan dan melakukannya dengan persediaan minimal. Berbagai aspek mengoptimalkan rantai pasokan termasuk penghubung dengan pemasok untuk menghilangkan hambatan; sumber strategis untuk menyerang keseimbangan antara biaya bahan terendah dan transportasi, menerapkan JIT (Just In Time) teknik untuk mengoptimalkan aliran manufaktur; mempertahankan campuran yang tepat dan lokasi pabrik dan gudang untuk melayani pasar pelanggan, dan menggunakan lokasi / alokasi, routing analisis kendaraan, pemrograman dinamis dan, tentu saja, tradisional logistik optimasi untuk memaksimalkan efisiensi dari sisi distribusi.
Perusahaan yang berada dalam supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen dengan bekerja sama membuat produk yang murah, mengirimkan tepat waktu dan dengan kualitas yang bagus.
Apabila mengacu pada sebuah perusahaan manufaktur, kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi SCM adalah : product development, procurement, palanning and control, production dan distribution.
Pendekatan yang ditekankan dalam SCM adalah terintegrasi dengan semangat kolaborasi.
Supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal melainkan juga eksternal perusahaan yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner
SCM yang didesain dengan baik menghasilkan net value positif dengan memberikan keuntungan, mengurang biaya, dan menigkatkan kelangsungan hidup keuangan. Perusahaan dengan supply chain yang diselsaikan dengan baik dapat membagikan keuntungan dengan layak, dengan menghasilkan yang disebut win-win relationship.
3.2.3 ENTERPRISE RESOURCE PLANNING ( ERP )
Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sistem yang dapat mengintegrasikan semua data dan proses di sebuah perusahaan ke dalam sebuah sistem tunggal. Pengertian ERP sendiri berasal dari sistem yang didesain untuk perancangan efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Program ERP sangat membantu perusahaan yang memiliki bisnis proses yang luas, dengan menggunakan database dan reporting tools manajemen yang terbagi. Business processes merupakan sekelompok aktivitas yang memerlukan satu jenis atau lebih input yang akan menghasilkan sebuah output dimana output ini merupakan value untuk konsumen.
Dalam suatu sistem ERP, biasanya sudah terdapat beberapa modul software yang dapat saling berketaitan antara satu dengan yang lain. Sebuah database dalam sistem ERP biasanya mengandung semua data yang terdapat dalam module software yang meliputi, manufactring, supply chain management, financial, projects, human resource, customer relationship management, dan data warehouse.
Dengan banyaknya modul yang terdapat pada sebuah sistem ERP, tak heran jika aplikasi ini dapat menurunkan banyaknya jumlah software yang dibutuhkan pada sebuah perusahaan besar. ERP juga dapat menghasilkan laporan yang terbagi dalam beberapa sistem secara lebih mudah. ERP juga dapat memudahkan manajemen tingkat tinggi, dalam melakukan fungsi analisa yang berlaku di suatu perusahaan besar, untuk mengindentifikasi tren yang berlaku di perusahaan sehingga sehingga dapat membuat keputusan secara cepat.
Implementasi sebuah sistem ERP umumnya akan memerlukan proses re-engineering (perubahan/penyempurnaan proses bisnis/industri), selama proses implementasi anda mempunyai kesempatan untuk memperbaiki proses-proses yang kurang sempurna ataupun mengganti proses bisnis dengan sistem yang lebih modern yang paling sesuai dengan bisnis anda. Projek ERP juga meletakkan dasar sistem bisnis baru dimana sistem ERP dapat berintegrasi dengan E-commerce dan Costumer Relationship Management (CRM., ERP umumnya juga dilengkapi sistem EDI (Electronic Data Interchange) sehingga memungkinkan sistem untuk bertukar data dengan sistem dari Vendor, Customer, dan lain lain, serta dilengkapi sistem email untuk pengiriman informasi dan peringatan terhadap kondisi kondisi tertentu untuk membantu pengawasan dan kontrol terhadap sistem.
Agar sebuah perusahaan dapat menerapkan konsep ERP dengan baik, setiap aspek dari organisasi, manusia, informasi, dan teknologi harus dipersiapkan dengan baik.
Adapun keuntungan dari implementasi ERP antara lain :
a. Integrasi data keuangan
b. Standarisasi Proses Operasi
c. Standarisasi Data dan Informasi
Keuntungan diatas adalah keuntungan yang dapat dirasakan namun tidak dapat diukur. Keberhasilan implementasi ERP dapat dilihat dengan mengukur tingkat Return on Investment (ROI), dan komponen lainnya, seperti:
• Pengurangan lead-time
• Peningkatan kontrol keuangan
• Penurunan inventori
• Penurunan tenaga kerja secara total
• Peningkatan service level
• Peningkatan sales
• Peningkatan kepuasan dan loyalitas konsumen -Peningkatan market share perusahaan
• Pengiriman tepat waktu
• Kinerja pemasok yang lebih baik
• Peningkatan fleksibilitas
• Pengurangan biaya-biaya
• Penggunaan sumber daya yang lebih baik
• Peningkatan akurasi informasi dan kemampuan pembuatan keputusan.
• Kerugian yang mungkin terjadi ketika salah menerapkan ERP antara lain adalah :
• Strategi operasi tidak sejalan dengan business process design dan pengembangannya
• Waktu dan biaya implementasi yang melebihi anggaran
• Karyawan tidak siap untuk menerima dan beroperasi dengan sistem yang baru
• Persiapan implementation tidak dilakukan dengan baik
• Berkurangnya fleksibilitas sistem setelah menerapkan ERP
Sistem ERP adalah sebuah terminologi yang secara de facto adalah aplikasi yang dapat mendukung transaksi atau operasi sehari-hari yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya sebuah perusahaan, seperti dana, manusia, mesin, suku cadang, waktu, material dan kapasitas.Sistem ERP dibagi atas beberapa sub-sistem yaitu sistem Financial, sistem Distribusi, sistem Manufaktur, sistem Maintenance dan sistem Human Resource.
Untuk mengetahui bagaimana sistem ERP dapat membantu sistem operasi bisnis kita, mari kita perhatikan suatu kasus kecil seperti di bawah ini:
“Katakanlah kita menerima order untuk 100 unit Produk A. Sistem ERP akan membantu kita menghitung berapa yang dapat diproduksi berdasarkan segala keterbatasan sumber daya yang ada pada kita saat ini. Apabila sumber daya tersebut tidak mencukupi, sistem ERP dapat menghitung berapa lagi sumber daya yang diperlukan, sekaligus membantu kita dalam proses pengadaannya. Ketika hendak mendistribusikan hasil produksi, sistem ERP juga dapat menentukan cara pemuatan dan pengangkutan yang optimal kepada tujuan yang ditentukanpelanggan. Dalam proses ini, tentunya segala aspek yang berhubungan dengan
keuangan akan tercatat dalam sistem ERP tersebut termasuk menghitung berapa
biaya produksi dari 100 unit tersebut.”
Dapat kita lihat bahwa data atau transaksi yang dicatat pada satu fungsi/bagian sering digunakan oleh fungsi/bagian yang lain. Misalnya daftar produk bisa dipakai oleh bagian pembelian, bagian perbekalan, bagian produksi, bagian gudang, bagian pengangkutan, bagian keuangan dan sebagainya. Oleh karena itu, unsur 'integrasi' itu sangat penting dan merupakan tantangan besar bagi vendor vendor sistem ERP.
Pada prinsipnya, dengan sistem ERP sebuah industri dapat dijalankan secara optimal dan dapat mengurangi biaya-biaya operasional yang tidak efisien seperti biaya inventory (slow moving part, dll.), biaya kerugian akibat 'machine fault' dll. Dinegara-negara maju yang sudah didukung oleh infrastruktur yang memadaipun, mereka sudah dapat menerapkan konsep JIT (Just-In-Time). Di sini, segala sumberdaya untuk produksi benar-benar
disediakan hanya pada saat diperlukan (fast moving).Termasuk juga penyedian suku cadang untuk maintenance, jadwal perbaikan (service) untuk mencegah terjadinya machine fault, inventory, dsb.
Untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari sistem ERP, maka industri kita juga harus mengikuti 'best practice process' (proses umum terbaik) yang berlaku. Disini banyak timbul masalah dan tantangan bagi industri kita di Indonesia. Tantangannya misalnya, bagaimana merubah proses kerja kita menjadi sesuai dengan proses kerja yang dihendaki oleh sistem ERP, atau, merubah sistem ERP untuk menyesuaikan proses kerja kita. Proses penyesuaian itu sering disebut sebagai proses Implementasi. Jika dalam kegiatan implementasi diperlukan perubahan proses kerja yang cukup mendasar, maka perusahaan ini harus melakukan Business Process Reengineering (BPR) yang dapat memakan waktu berbulan bulan. Analisis Hubungan Supply Chain Management dan Enterprise Resources Planning
• SCM : adalah suatu sistem informasi untuk memudahkan pengendalian atas supplier.
• ERP : adalah sistem inti perusahaan yang mengendalikan semua aspek internal perusahaan.
• CRM : adalah sistem informasi untuk melakukan pengendalian atas konsumen perusahaan.
ERP adalah sebuah sistem komputer yang dirancang untuk dapat mengendalikan seluruh aspek dalam perusahaan. Sistem ERP adalah suatu sistem yang menyatukan semua subsistem-subsistem diatas. Sistem ini luar biasa kompleks, tetapi apabila diinplementasikan, akan sangat memudahkan manajemen dalam melakukan monitoring pekerjaan sehari-hari, evaluasi, dan pada akhirnya mengambil keputusan. Pengembangan dari sistem ini adalah dengan teknologi Electronic Data Interchange (EDI) yang memungkinkan supplier dapat memantau stok kita secara realtime sehingga resiko kekurangan stok akan dapat diminimalisasikan. ERP merupakan teknologi yang terintegrasi yang dapat memberikan value terhadap supply chain management.
3.3 Mengusahakan Optimalisasi Supply Chain
Tipikal supply chain dewasa ini sedang mengalami perubahan besar karena perubahan atau perkembangan pasar. Dahulu, produk yang mempunyai brand atau nama yang kuat seakan - akan mendikte pasaran, dan pelanggan akan tergantung dan cenderung untuk mencari produk tersebut. Pabrik dengan demikian juga cenderung akan memasarkan langsung produk tersebut atau melalui retail outlet-nya sendiri, dan hanya sebagian dari produksinya dialokasikan atau disalurkan melalui retail outlet tertentu yang dipilihnya.
Sekarang keadaan sudah lain. Pelanggan makin mempunyai pilihan yang banyak dan berada pada posisi untuk menentukan sendiri brand pilihaunya. Dan retail outlet makin lebih mempunyai keleluasaan dan berkuasa untuk menjual dan memajang produk yang dipilihnya sendiri berdasarkan kehendak dan selera pelanggan. Perkembangan tersebut mempengaruhl pula bagairnana cara mengoptirnalkan supply chain sedemikian rupa sehingga mencapai manfaat yang optimaL Sehubungan dengan itu, perlu dibicarakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Tuntutan pelanggan yang terus berkembang
2. Kekuasaan retailer yang rnakin besar.
3. Dilema dalarn pencapaian optirnalisasi
4. Kendala dalarn membangun kepercayaan
5. Kemitraan sebagai suatu solusi
6. Teknologi inforrnasi sebagai katalisator
1. Tuntutan Pelanggan yang terus berkembang
Sebelumya telah dijelaskan bahwa terjadi perkembangan dan perubahan dalam sifut, intensitas, ketergantungan, dan tuntutan para pelanggan. Dengan makin terbukanya pasar bebas yang mendunia (globalisasi), maka terjadi begitu banyak dan begitu ketat persaingan antar perusahaan dan antar produk. Bagi para konsumen, ini merupakan keuntungan besar karena mereka mendapatkan:
• Harga yang lebih kompetitif.
• Pilihan sumber pembelian yang lebih banyak.
• Mutu barang yang lebih baik.
• Pilihan brand yang lebih banyak.
•Penyediaan yang lebih cepat.
• Layanan lain yang lebih baik.
Oleh karena itu, supply chain yang tadinya hanya atau lebih terfokus pada sisi hulu, yaitu hubungan antara sub-suppliers - suppliers - mamifacturer, bergeser ke hilir, yaitu manufacturer - wholesalers - retailers - consumers. Inilah manifestasi dari consumer focus atau consumer oriented dalam supply chain management.
Sikap para pelanggan juga tidak boleh diabaikan dan harus diperhatikan dengan sungguh - sungguh. Para pelanggan (consumers) cenderung bersikap seperti berikut ini:
• Menghindari penjual yang pernah mengecewakannya
• Ingin mengalarni proses pembelian barang dan jasa yang menyenangkan.
• Menyenangi pendekatan penjualan yang kreatif, ramal1, dan murah (pengecualian bagi pembeli yang mengejar brand yang berprestise).
• Menuntut "more for less".
•Mencari toko yang serba ada (department store, shopping mall, supermarket, dan sebagainya) karena rnakin terbatasnya waktu berbelanja.
• Menghendaki barang yang aman dari segala hal.
• Pokoknya menghendaki harga, mutu, dan pelayanan yang Jebih baik Jagi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengendali utama supply chain adalah para
consumers.
2. Kekuasaan retailer yang rnakin besar
Kalau diatas telah disimpulkan bahwa pengendali utarna supply chain adalah consumers, rnaka yang berhubungan Jangsung dengan mereka adalah para retailer. Retailer ini menganggap kehendak dan tuntutan consumers yang rnakin meningkat dengan mengadakan perubahan - perubahan besar dalam penataan, dekorasi, teknik pelayanan, dan personil tokonya. Meskipun keputusan terakhir untuk memilih barang adalah para consumers, tetapi sampai batas tertentu retailer dapat mempengaruhi pengambilan keputusan ini dengan cara- cara sebagai berikut:
• Membuat display yang menarik untuk produk tertentu.
• Memberikan diskon yang menarik untuk produk tertentu.
•Memberikan bonus tertentu seperti hadiah dan sebagainya.
•Menawarkan secara lebih aktif.
Pada umurnnya keuntungan yang diperoleh oleh retailer relatif tidak banyak.
Makin banyak retailer, makin sedikit persentase keuntungan yang diperoleh karena persaingannya juga makin ketal, dan sebaliknya. Oleh karena itu, wholesaler umurnnya memiliki keuntungan yang jauh Jebih besar karena jumlah wholesaler
umumnya lebih sedikit. Disini, berlaku hukum supply and demand. Oleh karena itu, para retailer umumnya Iebih mengandalkan pada jumlah penjualan (omzet). Retailer besar dan terkenal seperti Kmart, Wal-Mart, Home Depot, dan sebagainya memperoleh keuntungan besar karena omzetnya sangat besar. Pengurangan biaya di retailer umumnya sedikit sekali yang bisa dilakukan, namun dipihak wholesaler lebih banyak penghematan yang dapat dilakukan.
3. Dilema dalam pencapaian optimalisasi
Langkah pertarna yang sangat penting dalam melakukan manajemen supply chain yang baik adalah menggalang dan memperbaiki komunikasi harian di antara semua pelaku supply, mulai dari hilir sampai ke hulu (retailer, distributor, manufacturer, dan supplier). Komunikasi yang baik ini dapat mencegah kelambatan pengadaan barang maupun penumpukan barang di gudang yang berlebihan. Sayangnya, dalam prakteknya, sering kali dijumpai semacam keengganan untuk melakukan komunikasi ini, karena beberapa pihak masih ada yang menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang bersifut rahasia atau sebagai suatu layanan ekstra. Karena dianggap memberikan layanan ekstra, ada yang meminta bayaran, baik secara resmi maupun tidak resmi.
Kendala ini tidak hanya dijumpai dalam hubungan atau komunikasi antar perusahaan, tetapi juga dalam suatu perusal1aan, misahJya antara bagian logistik (penyedia barang) dan bagian teknik atau pabrik (pengguna barang). 0leh karena itu, dalam hal ini semua pihak perlu diyakinkan terlebih dahulu tentang perlunya membangun informasi yang terbuka, cepat, dan akurat mengenai hal - hal yang menyangkut penyediaan barang, agar semua pihak dapat memperoleh keuntungan
keuntungan yang optimal.
4. Kendala dalam membangun kepercayaan
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan manajemen supply chain adalah membangun kepercayaan di antara semua pelaku supply barang dan jasa yang bersangkutan. Namun, dalam prakteknya terdapat banyak kendala, bahkan banyak yang tidak percaya bahwa hal tersebut sungguh - sungguh dapat dicapai. Beberapa hal yang melatar belakangi kendala tersebut adalah:
• Masih banyaknya anggapan bahwa supplier atau pihak lain adalah "lawan" atau bahkan "musuh" dalam berbisnis dan bukan "mitra".
• Masih banyaknya anggapan bahwa antara supplier atau pihak lain dan perusahaan sendiri pada hakikatnya mempunyai tujuan yang berlainan, bahkan saling
bertentangan, sedangkan sebetulnya tujuan akhir mereka sama, yaitu sarna - sama
perlu survive dan growth.
• Dalam negosiasi, masih banyak yang mengharapkan hasil yang "win-lose" dan
kurang mengenal konsep "win-win negotiation".
• Banyak yang masih melihat pada hubungan ']angka pendek" dan kurang melihat hubungan "jangka panjang" yang saling menguntungkan.
• Oleh karena itu, konsep - konsep baru seperti "win-win negotiation", "supplier partnering", dan sebagainya perlu dikembangkan di antara para peserta kegiatan supply dan di dalam perusahaan sendiri untuk menciptakan kepercayaan yang sungguh diperlukan dalam mengoptimalkan manajemen supply chain ini.
5. Partnering sebagai suatu solusi
Optimalisasi manajemen supply chain seperti telah disebutkan diatas memerlukan aliran informasi yang lancar, transaparan, dan akurat, serta memerlukan kepercayaan antar peserta pengadaan barang dan jasa. Hal ini hanya mungkin dilakukan melalui proses yang panjang dan antar pihak yang makin saling mengenal. Dengan demikian, satu - satunya cara adalah di antara mereka yang terkait terdapat semacam partnering. Optimalisasi tidak mungkin dicapai apabila dilakukan oleh supplier yang terus - menerus berbeda dan berganti, karena hal - hal yang diinginkan tersebut tidak akan mungkin terwujud secara optimal. Oleh karena itu, dikatakan bahwa partnering adalah salah satu solusi yang terbaik dalam melakukan optimalisasi manajemen supply chain ini.
Perlu disampaikan juga bahwa ada beberapa prinsip partnering yang perlu
dipegang teguh dan dikembangkan terus- menerus, yaitu:
• Meyakini memiliki tujuan yang sarna (common goal}.
• Saling menguntungkan (mutual benefit}.
• Saling percaya (mutual trust}.
• Bersikap terbuka (transparent}.
• Menjalin hubungan jangka panjang (long term relastionship}.
• Terus- menerus melakukan perbaikan dalam biaya dan mutu barang I jasa.
6. Teknologi informasi sebagai katalisator
Kalau partnership dapat disebut sebagai "bumbu" yang penting untuk supply chain, maka teknologi informasi merupakan katalisator untuk supply chain, yaitu mempercepat proses dan mempermudah manajemen supply chain yang efektif dan efisien. Keberhasilan manajemen supply chain tidak mungkin dapat dicapai tanpa menggunakan jasa teknologi informasi yang dalam kasus ini harus bercirikan antara lain:
• Hardware dan software-nya mampu digunakan antar organisasi I perusahaan.
• Clear information.
• Real time POS (point of sales) information.
• Customer and network friendly.
• High level effectiveness and efficiency.
Oleh karena itu, pengembangan teknologi informasi harus diusahakan sama pentingnya dengan mengusahakan pengadaan inventory dan mempercepat delivery time pembelian barang.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Penerapan Sistem Manajemen Rantai ( Supply Chain Management ) yang didukung oleh teknologi informasi dan internet yang semakin maju akan dapat mengefisiensikan pengeluaran dan mengoptimalan pendapatan. Dengan adanya konsep Supply Chain Manajement ( SCM ), para pelaku-pelaku bisnis lebih mudah untuk menciptakan produk-produk handal, berkualitas dan cepat. Proses Pengolahan produk dari awal perencanaan, pemrodukan sampai pendstribusian menjadi semakin terstruktur dan terkoordinir dengan baik. Syarat utama dari penerapan SCM tentunya memberikan dukungan mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, pelaksanaan, sampai pengendalian. Hal tersebut tidak terlepas dari bantuan internet sebagai media informasi yang efektif dan efisien, produk yang ingin di jual dapat langsung di iklan kan di internet dan dapat di akses oleh siapa pun orang di dunia ini.
4.2 Saran
Berdasarkan pembahasan sebelumnya terdapat beberapa saran penerapan SCM , yaitu :
1. Penggunaan Teknologi Informasi dalam penerapan Supply Chain Management pada suatu perusahaan sangat diperlukan untuk membantu perusahaan tersebut meningkatkan proses bisnisnya
2. Menjalin hubungan yang lebih baik dengan para supplier sehingga jika terjadi masalah, akan dapat saling berkomunikasi dengan baik untuk menyelesaikan masalah tersebut
3. Terus mengembangkan SCM didalam perusahaan dengan teknologi yang memadai, sehingga tidak akan kalah dengan pesaing - pesaingnya
DAFTAR
PUSTAKA
ST,
Miranda. (2002). Manajemen Logistik dan Supply Chain Management. Harvarindo,
Jakarta.
Srihartati.
(2007). Management Supply Chain. (ON LINE).
www.gs1.or.id/article/keuntungandarisupplychain,
12 November 2007
Said,
Andi Ilham, dkk. (2006). Produktivitas dan Efisiensi dengan Supply Chain
Management.
PPM, Jakarta.
Pujawan,
I Nyoman. (2005). Supply Chain Management. Edisi Pertama. Guna Widya,
Surabaya.
Lembito,
Hoetomo. (2006). Produktivitas & Efisiensi dengan Supply Chain Management.
PPM.
Jakarta.
Indrajit,
Eko dan Richardus Djokopranoto. (2002). Konsep Manajemen Supply Chain. PT
Grasindo.
Jakarta.
Chopra,
Sunil dan Peter Meindl. (2004). Supply Chain Management: Strategy, Planning,
and
Tidak ada komentar:
Posting Komentar